Jumat, 13 Februari 2009

Artikel2

KREATIFITAS BANGSA MELAYU

DALAM MENYERAP SASTRA ARAB

Fuad Munajat

PENGANTAR

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki kekayaan kebudayaan yang melimpah. Salah satu kekayaan kebudayaan tersebut adalah berupa karya sastra yang saat ini masih dijumpai baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bentuk tulisan yang merekam kebudayaan Indonesia tersebut di antaranya tersimpan dalam bentuk naskah. Dengan demikian naskah "menyimpan berbagai informasi tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, paham, dan pandangan hidup yang pernah tumbuh dan berkembang pada masyarakat masa lampau" (Chamamah-Soeratno, 2002: 3).

Khazanah sastra Nusantara sudah sejak awal mendapat pengaruh yang besar dari unsur-unsur luar. Unsur-unsur luar tersebut berasal dari bahasa Sansekerta, bahasa Arab, bahasa Cina, bahasa Tamil, bahasa-bahasa Eropa dan lain sebagainya (Baroroh Baried, dkk.., 1985: 85). Pengaruh tersebut juga berdampak pada periodisasi sastra Nusantara yang pada awalnya kuat berwarna Hindu dan belakangan bahkan hingga akhir abad ke-19 berwarna Islam sebagai akibat hubungan yang intens dengan bahasa Arab. Bahkan kemunculan aksara Jawi tidak terlepas dari kuatnya pengaruh Islam terhadap sastra Nusantara.

Selama ini naskah kesusastraan bertema Islam kerap digolongkan ke dalam sastra keagamaan dan sastra Islam sebagaimana pengelompokan yang dilakukan oleh Liaw Yock Fang (1975: 131 dan 187). Konsep yang disebut terakhir juga dikenak sebagai Legenda Muslim (Windstedt, 1977: 89, terbit pertama kali pada 1969) atau cerita fiksi Islam (Jumsari-Jusuf, 1994: iv). Disebutkan dalam uraian Jumsari-Jusuf bahwa jenis cerita ini disebut sebagai hikayat atau cerita yang mendapat pengaruh Islam di antaranya cerita para nabi sebelum Nabi Muhammad, cerita Nabi Muhammad beserta keluarganya, cerita para penyebar dan pahlawan Islam, cerita para sahabat Nabi, dan cerita khayalan yang timbul di Nusantara (Jumsari-Jusuf, 1994: iv).

Cerita fiksi Islam dalam masyarakat lama pada umumnya difungsikan sebagai wahana didaktis. Cerita fiksi Islam itu disampaikan dalam rangka menjelaskan berbagai hal seperti perjuangan Nabi Muhammad dan para pahlawan Islam dalam menyebarkan Islam. Dengan demikian pendengar atau pembaca dapat tertarik dengan agama Islam dan dapat memperteguh ketakwaan mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Jumsari-Jusuf, 1994: 20). Di samping memuat unsur didaktis, cerita fiksi Islam juga mengandung unsur hiburan. Tidak berlebihan jika di dalamnya terdapat cerita-cerita tentang pengembaraan, percintaan, dan perjuangan untuk menegakkan keadilan (Hamid, 1989: 21).

Berdasarkan uraian di muka dapat dikatakan bahwa fiksi Islam memainkan peran penting dalam penyebaran dan pengokohan Islam di Nusantara. Sebagaimana dinyatakan Windstedt (1977: 85) bahwa legenda muslim atau cerita fiksi Islam digunakan sebagai sarana populer bagi penyebaran doktrin Islam sebagai kepercayaan baru. Hal ini disebabkan keyakinan para mubalig Islam bahwa karya fiksi Islam dapat menggantikan cerita-cerita Hindu yang sebelumnya telah digandrungi masyarakat Nusantara seperti cerita Mahabarata dan Ramayana. Dalam hal ini keberadaan Hikayat Sri Rama-dalam ungkapan Chamamah-Soeratno disebut sebagai Ramayana Bernuansa Islam-dapat merepresentasikan gejala demikian (Chamamah-Soeratno, 2000: 347-359).

Kajian ini difokuskan pada cerita fiksi Islam tradisi Arab yang diciptakan sebelum tahun 1207 M (Drewes, 1970: 310, berdasarkan adanya versi ringkas dalam kompilasi Ibn Al-Syaikh) dan merupakan salah satu sumber yang memberikan sumbangan besar dalam karya-karya sastra Nusantara. Qishshat 'l-Qādhī Muchammad Ibni Muqātil Wa 'l-Sāriq (selanjutnya disingkat QQMIMS) merupakan salah satu fiksi Arab yang mendapat sambutan tidak hanya pada masyarakat Nusantara tetapi juga pada berbagai tradisi di berbagai belahan dunia seperti Turki, Jerman, Persia, Swahili dan Melayu (Damman dalam Wieringa, 1998: 96).

Dalam tradisi Melayu terdapat sambutan terhadap QQMIMS dalam bentuk penerjemahannya ke dalam bahasa Melayu dan dalam bentuk saduran yang tersimpan dalam Hikayat Muchammad Mukabil (selanjutnya disebut HMM) dan Hikayat Pencuri (selanjutnya disebut HP).

Kajian ini ditekankan pada transformasi QQMIMS ke dalam karya sastra Melayu yang dalam hal ini terdapat pada HMM, HP, dan terjemahan Melayu dari QQMIMS. Hal ini sangat penting mengingat dalam transformasi sebuah karya dari suatu tradisi ke dalam tradisi lainnya melahirkan variasi-variasi yang tidak hanya disebabkan konvensi sastra Melayu yang memberikan kebebasan terhadap penyalin dan penyadur dari masyarakat Melayu tetapi juga ditengarai adanya latar kebudayaan yang berbeda dan mengharuskan pengadaptasiannya.

Berdasarkan variasi-variasi tersebut akan diketahui sejauhmana kreatifitas pengarang Melayu dalam menyikapi berbagai alur cerita yang asing bagi masyarakat Melayu menjadi sesuatu yang dekat dan akrab dengan pandangan dunia mereka.

Pembahasan mengenai naskah QQMIMS dalam kajian ini akan mencoba menyajikan naskah QQMIMS dalam kondisi yang dapat dibaca pembaca masa kini dan sedapat mungkin menguraikan makna naskah QQMIMS dalam kapasitasnya sebagai salah satu naskah berbahasa Arab. Secara sederhana kedua upaya tersebut dapat dirumuskan ke dalam beberapa pokok masalah sebagai berikut : (1) Latar sejarah penciptaan teks QQMIMS dan transformasinya ke dalam teks Melayu, (2) Pernaskahan, perteksan dan suntingan teks QQMIMS, (3) Transformasi QQMIMS ke dalam HMM, dan (4) Variasi yang terdapat pada karya penyambut QQMIMS dan fungsinya.

Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah menyajikan teks QQMIMS dalam edisi kritis dan mengungkap maknanya. Dari tujuan ini dapat dikemukakan tujuan teoretis dan praktisnya. Tujuan teoretis penelitian ini adalah memberi sumbangan terhadap perkembangan teori sastra pada umumnya dan secara khusus pada perkembangan sejarah sastra Melayu yang banyak mendapat pengaruh Islam. Melalui kajian yang seksama terhadap transformasi teks QQMIMS dalam karya sastra Melayu dapat diketahui sejarah penerimaan bangsa Melayu terhadap QQMIMS dan upaya bangsa Melayu dalam memaknai dan menanggapinya sebagaimana tercermin dalam variasi teks-teks penyambutnya.

Adapun tujuan praktis penelitian ini adalah untuk menyajikan naskah QQMIMS dalam bentuk yang dapat digunakan pembaca masa kini. Dengan demikian diupayakan penyajian naskah QQMIMS dengan metode kritis di samping pentransliterasiannya.

Teks QQMIMS pernah diulas oleh beberapa ahli antara lain Wieringa (1998: 96) ketika membicarakan tentang HMM dan disebutkan bahwa versi Arab dari HMM sebagai Qishshat 'l-Qādhī Muchammad b. Muqātil. Ronkel (tt) dalam Supplement to the Catalogue of the Arabic Manuscripts Preserved in the Museum of The Batavia Society of Arts and Sciences menamakannya Hikayat Harun 'l-Rasyid dan menyebutnya sebagai koleksi milik Cohen Stuart.

Ronkel tidak hanya membuat deskripsi naskah QQMIMS (dalam katalognya disebut HR) tetapi dalam sebuah kesempatan yang berbeda Ronkel membuat suntingan HMM dalam jurnal BKI edisi 101 (1942) berdasarkan naskah Cod. Or. 1738 dengan beberapa keterangan varian bacaan dari beberapa sumber (Ronkel, 1942 : 105-124).

Kajian lain mengenai QQMIMS dilakukan oleh Drewes. Dalam hal ini Drewes mengkaji versi Melayu dari QQMIMS yakni HMM. Drewes memberikan banyak keterangan berharga di antaranya keterangan mengenai sejarah teks HMM dalam versi Arab aslinya menyandang judul Qishshat 'l-Qādhi Muchammad b. Muqātil (Drewes, 1970 : 309).

Berdasarkan uraian di atas tampak urgensi penyuntingan naskah QQMIMS berkode CS 34 yang memiliki karakterisasi yang berbeda dengan teks penyambutnya dalam tradisi Melayu. Penyuntingan naskah CS 34 dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut mengenai peran sastra keagamaan dalam penegaran dan intensifikasi masuknya Islam ke Nusantara. Hal ini mengingat banyaknya teks berbahasa Arab yang kemudian ditransformasikan ke dalam teks-teks Melayu dan menjadi wahana bagi penanaman nilai-nilai Islam yang sangat efektif.

Penelitian ini -sebagaimana diuraikan di muka- bermaksud menyajikan naskah QQMIMS sebagai sajian yang dapat dibaca masyarakat pada masa kini. Berdasarkan karakteristik objek material yang dikaji maka teori yang digunakan adalah teori filologi. Kecuali itu, digunakan teori resepsi dan teori terjemah dalam rangka memberi pemahaman yang lebih mendalam terhadap karya sastra Melayu yang menyambut QQMIMS dan pemahaman terhadap beberapa variasi teks dan fungsinya dalam menyambut QQMIMS.

METODE PENELITIAN

1. Metode Penentuan Naskah Dasar Suntingan

Teks QQMIMS sejauh ini hanya ditemukan dalam satu naskah (codex uniqus). Naskah tunggal tersebut teridentifikasi sebagai koleksi Cohen Stuart dan diberi kode CS 34. Dilihat dari sisi keterbacaannya naskah tersebut memiliki kualitas yang unggul. Hal ini dapat dibuktikan dengan tingkat keterbacaan yang tinggi dan keutuhan struktur ceritanya.

Dengan demikian dalam penelitian ini digunakan metode edisi naskah tunggal. Metode ini sebagaimana dinyatakan Baroroh-Baried dkk. (1994 : 67) digunakan apabila hanya terdapat naskah tunggal dari satu tradisi. Dalam hal ini QQMIMS merupakan naskah tunggal dalam tradisi Arab. Disebabkan keberadaan naskah QQMIMS hanya satu buah maka perbandingan terhadap naskah lain tidak mungkin dilakukan.

Dua alternatif dalam menghadapi naskah tunggal diberikan Robson (1994 : 21-26). Alternatif pertama adalah dengan dibuat edisi diplomatik dari naskah tunggal tersebut. Alternatif kedua adalah dengan menggunakan edisi kritis. Makna 'kritis' dalam hal ini adalah penyunting mengidentifikasi sendiri bagian dalam teks yang mungkin terdapat masalah dan menawarkan jalan keluar (Robson, 1994 : 25). Dalam kajian ini dipergunakan edisi kritis sebagai metode penyajian suntingan teks QQMIMS.

Adapun langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Inventarisasi naskah, yakni menginventarisasi kemungkinan adanya naskah QQMIMS melalui penelusuran katalog-katalog yang menyimpan keterangan tentang pernaskahan QQMIMS. Dalam hal ini teks-teks penyambut QQMIMS dalam karya Melayu juga diinventarisasi.

2. Memfotokopi naskah QQMIMS dan naskah-naskah yang menyimpan teks sambutannya. Pada tahap ini juga dilakukan penyalinan langsung terhadap salah satu naskah penyambut QQMIMS yakni naskah dengan kode ML 151 dikarenakan ketiadaan mikrofilm dan kondisi fisik naskah yang sangat rapuh.

3. Kajian pendahuluan, yakni membaca semua naskah dan membuat sinopsisnya masing-masing.

4. Menentukan naskah dasar kajian. Dalam hal ini dipilih naskah CS 34 yang merupakan naskah tunggal dari tradisi Arab.

5. Mentransliterasi naskah-naskah yang dapat dihadirkan, dilanjutkan dengan mengadakan suntingan teks QQMIMS.

2. Metode Resepsi

Penelitian terhadap tanggapan pembaca karya sastra dapat diikhtisarkan ke dalam tiga metode, (a) penelitian resepsi sastra secara eksperimental, (b) penelitian resepsi sastra lewat kritik sastra, (c) penelitian resepsi sastra melalui fisik teks. Metode yang pertama hanya dapat diterapkan pada karya-karya kontemporer. Hal ini disebabkan teks yang tidak berasal dari masa kini tidak terekam (Chamamah-Soeratno, 2003: 162). Metode yang kedua meniscayakan tanggapan yang tidak bersifat individual melainkan tanggapan yang mewakili norma yang terikat pada masa tertentu dan waktu tertentu (ibid). Dalam hal ini penelitian terhadap sastra lama dari sisi metode kritik sastra dapat dilakukan dengan jalan mempertimbangkan varian-varian sebuah teks sebagai bentuk sambutan (Lihat Abdullah, 2003: 120).

Adapun metode ketiga yakni penelitian resepsi sastra melalui fisik teks dapat ditelusuri lewat intertekstualitas, penyalinan, penyaduran, dan penerjemahan. Intertekstualitas merupakan satu bentuk gejala resepsi pengarang terhadap karya-karya yang pernah dibacanya dan dilibatkan dalam proses kreatifnya (Chamamah-Soeratno, 2003: 162). Demikian juga penyalinan yang dalam proses kreatif bangsa Melayu dilakukan secara intensif dapat dijadikan sarana penelusuran resepsi pembaca. Hal ini karena penyalin dalam tradisi penulisan Melayu memiliki kebebasan dalam menyalin sehingga timbul variasi-variasi teks salinan.

Selain intertektualitas dan penyalinan terdapat penyaduran yang merupakan pemindahan teks dari satu kode ke kode lainnya (Chamamah-Soeratno, 2003: 163). Dengan demikian penyaduran dapat juga terjadi dari satu sistem bahasa ke dalam satu sistem bahasa lainnya. Dalam hal ini QQMIMS dapat ditelusuri sambutannya dalam saduran Melayunya HMM dan HP.

Dengan demikian terdapat empat fenomena resepsi di lihat dari kacamata fisik teks. Berkaitan dengan kajian terhadap QQMIMS digunakan dua fenomena resepsi fisik teks yakni penyaduran dan penerjemahan. Saduran QQMIMS dapat ditemukan pada teks Hikayat Muchammad Mukabil (HMM) sebagaimana tersimpan pada naskah Cod. Or. 1738 dan Cod. Or. 7423 dan pada teks Hikayat Pencuri (HP) pada naskah ML 151. Kecuali itu, QQMIMS juga disambut masyarakat Melayu dengan penerjemahan ke dalam bahasa Melayu sebagaimana terdapat pada CS 34.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Transformasi QQMIMS dalam Sastra Melayu yang Dilihat pada Hikayat Muhammad Mukabil dan Hikayat Pencuri

Hikayat Muhammad Mukabil sebagai bentuk transformasi QQMIMS memiliki aspek yang di satu sisi meneladai QQMIMS tetapi di sisi lain memberontakinya. Kedua aspek tersebut disajikan para penulis Melayu sebagai bentuk adaptasi QQMIMS dengan lingkungan dan budaya Melayu.

1. Penyesuaian Nama dengan Lafal dan Budaya Melayu

Aspek yang cukup kentara dapat ditemukan dalam sambutan karya Melayu terhadap QQMIMS adalah pengadaptasian lafal. Nomenklasi atau tata nama yang digunakan pada karya sastra Melayu merupakan bentuk adaptasi dari karya hipogramnya yakni QQMIMS. Dalam QQMIMS nama tokoh utamanya disebut sebagai Al-Qādhī Muchammad Ibnu Muqātil dengan ciri utama penggunaan vokal panjang dan penggunaan kata “Ibnu” sebagai penghubung garis keturunan yang menunjukkan kekhasan jukstaposisi bangsa Arab. Berikut kutipan redaksi dalam QQMIMS dan terjemahan Melayunya.

Kāna fi zamān 'l-Khalīfah Hārūn 'l-Rasyīd 'l-Baghdādī kāna rajulan yusammā 'l-Qādhī Muchammad Ibna Muqātil (Adalah di dalam masa Raja Hārūn 'l-Rasyīd di negeri Baghdād adalah seorang laki-laki dinamakan Qādhī Muchammad anak Muqātil) (QQMIMS, hal. 1).

Adapun redaksi HMM yang menunjukkan adanya pengadaptasian jukstaposisi Arab ke dalam jukstaposisi Melayu adalah sebagaimana kutipan berikut ini:

Adapun kemudian dari itu ada pada zaman Amir al-mu’minin Sultan Harun Al-Rasyid bernama Muhammad Muqabil (HMM Cod. Or. 7324, hal. 160v).

Tatkala zaman Sultan Harun Al-Rasyid namanya di negeri Bagdad negri bagindanya. sebermula....negri Baginda itu adalah seorang/-orang/ Qadi Muhammad Muqabil namanya (HMM ML 151, hal. 62)

Maka ada seorang Qadi Sultan Harun Al-Rasyid bernama Muhammad Mukabil (HMM Cod. Or. 1738: hal. 1 sebagaimana terdapat dalam suntingan Drewes, 1970: 316).

Berdasarkan ketiga kutipan redaksi Melayu yang memuat penyebutan tokoh utama tersebut tampak adanya pelesapan vokal panjang pada ketiga redaksi Melayu. Hal lain yang dapat diperhatikan adalah penggunaan konsonan [k] pada suntingan Drewes hanyalah bentuk interpretasi Drewes terhadap konsonan (ق) sebagaimana ditemukan penyunting pada naskah asli Cod. Or. 1738. Perbedaan lain yang dapat ditemukan berdasarkan kutipan redaksi-redaksi Melayu di atas adalah penggantian konsonan [t] dalam QQMIMS menjadi konsonan [b] dalam semua bentuk karya transformasinya kecuali dalam terjemahan Melayu.

Transformasi dari konsonan [t] menjadi konsonan [b] dapat diartikan dalam dua perspektif. Pertama perspektif positif yakni berupa upaya pengarang Melayu yang memberikan nuansa penerimaan terhadap ajaran Islam yang disimbolkan dengan perubahan kata Muqātil (salah satu maknanya ‘agresor’) menjadi Muqabil (berkonotasi ‘pribadi yang menerima’). Dalam hal ini Islam diterima secara sepenuhnya dan tidak ditentang (diagresi). Kedua perspektif negatif yakni adanya kemungkinan kesilapan penyalin atau penyadur Melayu dalam menurunkan dan menyadur kata Muqātil menjadi Muqabil.

2. Penyesuaian redaksi dengan konvensi sastra Melayu

2.1 Penghilangan nama pengarang

Dalam mentransformasi QQMIMS, HMM memberontaki hipogramnya dengan mengikuti salah satu konvensi sastra Melayu yakni penghilangan penyebutan pengarangnya. Pendapat tersebut sebagaimana dinyatakan Hamid (1989: 23) bahwa pengarang atau dalam hal ini penyalin dan penyadur suatu karya tidak mencantumkan namanya..

2.2 Pemberian Sifat dalam rangka penjelas dan dramatisasi

Tokoh Qadi dalam QQMIMS diperikan secara singkat dan tidak disebutkan keahlian-keahlian yang dimilikinya. Berbeda dengan QQMIMS, teks HMM sebagai bentuk transformasinya secara intensif menggunakan unsur ini dalam rangka fungsi strukturnya. Penambahan ini dapat dilihat pada beberapa variasi yang terdapat pada HMM sebagai berikut:

...sangat paham daripada ilmu fiqih dan tafsir dan hadith dan ilmu hakikat dan tarikat dan ilmu adab (HMM Cod. Or. 1738: hal. 1 sebagaimana terdapat dalam suntingan Drewes, 1970: 316).

...sangat paham kepada ilmu fiqih dan tafsir dan hadith dan ilmu hakikat dan tarikat dan ilmu adab (HMM Cod. Or. 7324: 160v).

... yaitu amat masyhur dengan faham kepada ilmu mantiq dan {m-t-n-y} dan ushul maka dapatlah ditafsirkannya oleh Qadi itu (HMM ML 151: 62).

Bentuk transformasi karakteristik tokoh Qadi yang dalam QQMIMS tidak disebutkan secara rinci tetapi pada HMM baik Cod. Or. 1738 dan Cod. Or. 7324 maupun ML 151 ditanggapi secara intensif dapat dipahami melalui pengetahuan terhadap konvensi masyarakat Arab tempat karya ini muncul.

Dengan demikian adaptasi karakterisasi tokoh Qadi dalam HMM dalam bentuk pemberian sifat-sifat Qadi merupakan tanggapan pembaca yang sekaligus merupakan pengarang HMM. Adaptasi tersebut memiliki fungsi dalam rangka strukturnya dan mempertimbangkan pembaca Melayu yang belum familiar dengan karakteristik seorang Qadi.

3. Dramatisasi melalui intensifikasi pendeskripsian latar

Pada QQMIMS tidak ditemukan deskripsi isi kebun. Keadaan ini disimpangi HMM dengan cara memberikan amplifikasi atau perluasan cerita baik perluasannya sedikit (Cod. Or. 1738 dan Cod. Or. 7324) atau banyak (ML 151). Perluasan pemerian kebun atau bustan dalam Cod. Or. 1738 dan Cod. Or. 7324 dilakukan dengan penyebutan pohon, sungai, tebiknya yang bertorap, dan burung yang berbunyi dengan berbagai suaranya. Pada ML 151 terdapat deskripsi yang lebih rinci yakni pohon buah-buahan {h-r-m}, delima, anggur dan zabib serta segala bunga-bungaan, sungai, beberapa tempat permandian, {h-y-m-h} [haimah] dan bale tempat sembahyang.

4. Penguatan Dalil Al-Qur‘an

Aspek penting yang ditemukan pada HMM sebagai karya transformasi QQMIMS adalah aspek penguatan dalil Al-Qur‘an yang tertuang dalam dua buah bentuk sambutan. Kedua bentuk tersebut pertama bentuk sambutan positif dalam penguatan dalil Al-Qur‘an sebagai muatan QQMIMS bahkan intensifikasinya melalui penyebutan ayat-ayat Al-Qur‘an yang lebih banyak ketimbang pada QQMIMS. Adapun bentuk sambutan negatif terlihat pada pengurangan bahkan penghapusan ayat-ayat tersebut pada HMM dan hanya menyajikan terjemahan ayat dimaksud.

5. Penyajian akhir cerita yang bahagia (happy ending) melalui interpolasi

Interpolasi adalah penambahan kata atau kalimat oleh si penyalin kepada naskah yang disalinnya karena kekeliruan atau disengaja (Baroroh-Baried, dkk., 1977: 34). Dalam hal ini interpolasi tidak hanya dibatasi pada penambahan kata atau kalimat tetapi dapat pula berupa tambahan cerita pada teks yang disalinnya.

Gejala interpolasi dapat ditemukan dalam HMM terutama pada naskah ML 151 yang memuat cerita tambahan yakni episode setelah perampok atau pencuri meminta sejumlah harta (dalam QQMIMS 100.000 Dinar; dalam HMM 45 mithkal emas).

Teks QQMIMS diakhiri adegan pulangnya perampok ke rumahnya setelah mendapatkan uang 100.000 Dinar dan Qadi 'sadar' bahwa perampok tersebut 'bukan perampok biasa' yang hanya melakukan perampokan untuk kepentingannya pribadi. Qadi menyadari bahwa dirinya telah mendapatkan 'pencerahan' tatkala dikalahkan dalam perdebatan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dari teks QQMIMS berikut:

Fa dakhala 'l-sāriqu ’alā 'l-Qādhī. Fa qāla lahu mā ajābaka? Fa qāla 'l-sāriqu yā Maulāna 'l-Qādhī fa innī isytaraitu baitan bi mi'ati alfi dīnarin, a’thinī iyyāhā! Fa qālat lahu mā yakfīka mā ma’aka […] fa tatl-lubu mi‘ata alfi dīnarin? Fa qāla 'l-Qādhī ilā imra‘atihi uskutī lā yudda’ā. Fa innī mā ra‘aitu mithla hādzā 'l-sāriqi wa lau waqa’a bi 'l-Imāmi Abī Hanifata 'l-Nu’māni wa mā Ibni Anas wa Muchammad Ibni Idrīs 'l-Syāfi’ī wa Achmad Ibni Chanbalin. Wa akhadza chawā‘ijahum wa aqāma ’alā dzālika bi 'l-bayyinati wa 'l-dalīli wa 'l-burhāni wa a’tlāhu 'l-Qādhī. Mi‘ata alfi dīnarin. Wa tawajjaha 'l-sāriqu li 'l-rujū’i (Maka masuklah si rampok atas rumahnya Qadi. Maka kata si rampok bagi Qadi tiada dijawab katanya. Maka kata si rampok "Hai tuan Qadi maka bahwasanya aku beli akan rumah(mu?) dengan seratus ribu uang (e)mas. Berilah olehmu akandaku akandia. Kata bininya Qadi "Barang yang memadai engkau barang yang […] engkau di manakah engkau cari lagi seratus ribu uang (e)mas. Maka kata Qadi bagi istrinya "Diamlah olehmu janganlah kamu bicara apa-apa, maka bahwasanya aku belum pernah melihat seperti ini rampok dan khobarnya telah jatuh dengan Imam Ibnu Hanifah dan Imam Ibnu Anas dan Imam Muchammad Ibnu Idris Syafi'i dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal. Dan telah mengambil rampok akan barang-darangnya Qadi dan berdirilah Qadi atas yang demikian itu dengan (bayyinah/ bininya). Dan bermula tandanya dan kenyataannya dan memberi ia sama Qadi (sic.) [Dan Qadi memberikan kepada rampok tersebut] seratus ribu uang (e)mas dan kembali si rampok pulang ke rumahnya (QQMIMS: 19-20).

Akhir cerita yang demikian diikuti dan sekaligus disimpangi oleh HMM baik Cod. Or. 1738, Cod. Or. 7324, dan ML 151. Pada Cod. Or. 1738 terdapat kesamaan dalam alur cerita yakni perampok atau pencuri itu pulang setelah memperoleh harta untuk kedua kalinya di rumah Qadi. Namun demikian kesadaran diri Qadi tidak tampak dalam Cod. Or. 1738. Sebaliknya Qadi murka disebabkan tindakan pencuri yang mencuri atau merampoknya sebanyak dua kali. Adegan ini dapat ditemukan pada kutipan berikut:

...Maka berkata Qadi kepada juru kuncinya: "Bawa olehmu anak kunci perbendaharaan itu, maka buka olehmu dan ambil olehmu emas empat puluh lima mithkal." Maka diberilah Qadi kepada pencuri itu, maka berkata Qadi: "Aku bersaksi atas dirimu pada barangsiapa yang hadir pada majlis ini bahwa tiada lagi [ku]tinggal antaraku dan antaramu da'wa dan tiada lagi tintut menuntut. Maka naik saksilah bagi Qadi atas pencuri itu dan menyuratlah baginya suatu surat, dan naik saksilah baginya tiap-tiap siapa yang hadir, dan menyerahkanlah Qadi itu akan emas itu kepada pencuri, dan keluarlah pencuri itu daripada Qadi. Maka berkata istrinya Qadi : "Mengapa olehmu, hai Maulāna Qadi, dan apa perbuatanmu semalam maka datang [kepada] seorang laki-laki kepada tempatmu maka engkau beri (emas) akandia empat puluh lima mithkal?" Maka berkata Qadi bagi istrinya: Tutup mulutmu sebelum lagi engkau berkata-kata!" Maka berkata yang empunya cerita ini: Maka diamlah istrinya itu, tiadalah berani berkata lagi, sebab Qadi terlalu murka adanya (HMM Cod. Or. 1738: 27-28).

Akhir cerita pada Cod. Or. 7324 kurang lebih sama dengan Cod. Or. 1738. kesamaannya terletak pada sikap Qadi yang murka kepada pencuri karna mengambil hartanya pada dua kesempatan yang berbeda.

Adapun pada ML 151 terdapat interpolasi cerita pasca pengambilan harta Qadi untuk kedua kalinya. Episode ini ditandai dengan cerita persahabatan antara pencuri dengan Qadi. Episode ini memenuhi halaman-halaman akhir meskipun dalam beberapa bagian tidak dapat diidentifikasi karena rusaknya kertas. Berikut disajikan episode yang merupakan interpolasi cerita yang menjadi kekhususan teks HMM pada ML 151

...//82// Maka kata marikaitu:"Hai Qadi, sebermula kami ini adalah berbicara[h] dengan seorang[-orang] aku hendak beli //83// rumahnya marikaitu dengan harga empat puluh lima mithkal emas tetapi hartaku ini adalah kurang. Hendaklah Qadi tambahi kira-kira sepuluh (?) mithkal emas akan memberi harga rumah itu." Hatta maka Qadi itu seg(e)ra[h] memanggil hambanya, katanya: "Hai kamu ambilkan aku emas empat puluh lima mithkal seraya diberikannya kepada pencuri itu. Katanya: "Hai saudara[h], ambillah olehmu emas ini! Adapun barang yang telah lalu daripada tanganku ini tiada aku tuntut kembali akandia itu ialah dengan rido hatiku memberikan kepada engkau ini." Maka emas itu lalu diambilnya oleh pencuri itu seraya bermohon pulang. Setelah sampai di rumahnya maka emas itu disimpannya baik-baik dan pakaiannya Qadi itu semuanya disimpan dengan baik-baik serta cincinnya dan kudanya disuruhnya peliharakan kepada seorang[-orang] kaumnya di dalam kampungnya. Sebermula pencuri itu tiap-tiap hari pergi mencuri pada tempat yang lain yaitu segala rumah yang kaya-kaya. Dan apabila diperolehnya segala manikam yang terharga-terharga itu maka seg(e)ra[h] dihantarkan ke rumah Qadi itu. Katanya: "Hai Qadi, aku berkirim hartaku ini biarlah Qadi menyimpan dia." Maka manikam itu diambil oleh Qadi disuruhnya simpan baik-baik kepada istrinya. Maka pencuri itu seg(e)ra[h] dijamu makan minum padahal Qadi itu tiada syuka hatinya ialah dengan rido menjamu dia itu. Kemudian setelah beberapa banyak hartanya pencuri itu yang disimpan di rumah Qadi maka pencuri//84 (teridentifikasi mulai baris ke-11)// Maka kata marikaitu: "Hai saudaraku Muchammad Muqabil, tiadakah dengan sesungguhnya hamba mengambil harta tuan ini ...supaya kita menjadi saudara[h] dengan tuan hamba." Maka kata Qadi: "Hai saudaraku, akan harta tuan hamba yang ada[h] pada tangan hamba ini biarlah saudaraku ambil kembali akandia itu karna harta itu tiada yang hilang." Maka kata marikaitu: "Hai tuan //85// Qadi, akan harta itu tiada hamba berkehendak lagi kepadanya. Biarlah tuan hamba berikan kepada segala orang yang miskin-miskin supaya ...tuan hamba di dalam negri ini dan jangan ...akandia harta itu." Adapun pencuri itu ... kepada Qadi itu adalah menjadi sahabat yang amat dekat kepadanya itu. Dan Qadi itu sangat...heran melihat hal yang demikian itu adanya (HMM ML 151: 82-85).

Interpolasi demikian dapat ditemukan kesamaannya dengan cerita Qadi tradisi Turki. Pada tradisi Turki cerita Qadi ditutup dengan episode tokoh pencuri dijamu dengan baik pada pertemuan kedua kalinya bahkan dinikahkan dengan putri Qadi. Paling tidak terdapat kesamaan penerimaan dan episode tambahan pada ML 151 dan cerita Qadi tradisi Turki.

Keberadaan interpolasi ini juga sekaligus menolak pendapat Drewes (1970: 311) yang menyatakan bahwa cerita Qadi dalam tradisi (atau dalam istilahnya versi) Arab dan Melayu menggambarkan kemurkaan Qadi. Analisis terhadap episode akhir QQMIMS dan ML 151 menunjukkan hal yang sebaliknya yakni adanya 'kesadaran diri Qadi' pada QQMIMS dan bahkan peningkatan sikap itu menjadi sebuah persaudaraan dalam ML 151.

B. Transformasi QQMIMS dalam Terjemahan Melayu

Secara umum pola penerjemahan dibagi menjadi dua. Pertama penerjemahan harfiah yakni penerjemahan yang memperhatikan peniruan teks asli dalam jumlah kata, susunan dan urutannya. Kedua penerjemahan tafsiriah atau maknawiah yakni menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain sambil memperhatikan kesepadanan makna dan maksud bahasa asal serta kenetralan redaksi, sekiranya cukup dengan terjemahan yang seolah-olah bukan terjemahan (Mansur dan Kustiwan, 2002:21-22).

Terjemahan jenis pertama pada hakikatnya mirip dengan penyusunan kata-kata pada tempat padanannya. Jenis terjemahan yang kedua dapat menggunakan beberapa metode seperti 'penggantian bentuk' (tabdīl) yakni penggantian bentuk kata kerja menjadi kata benda atau sebaliknya, 'penggunaan kata-kata yang sepadan' (idkhāl), 'modifikasi makna' dengan parafrase (mu’ādalah), dan 'penyesuaian dan pendekatan makna' (taqrīb).

1. Terjemahan harfiah dalam Terjemahan Melayu QQMIMS

Pola penerjemahan harfiah mendominasi keseluruhan penerjemahan. Hal ini ditandai dengan pola sintaksis Arab yang masuk dalam pola sintaksis terjemahan Melayunya. Lebih jauh kesadaran gramatika Arab juga masuk ke dalam terjemahan Melayu sehingga peran-peran gramatikal seperti fā‛il, mubtada', khabar, dan maf‛ūl diterjemahkan dengan kata penanda peran seperti 'oleh', 'bermula', 'itu', dan 'akan'. Terjemahan harfiah dapat dilihat pada kutipan berikut

Al-Chamdu lillāhi rabbi 'l-’ālamīn wa 'l-shalātu wa 'l-salāmu ’alā rasūlillāhi ajma’īn wa ālihi wa shachbihi ajma’īn (hal. 1) (Bermula segala puji itu bagi Allah Tuhan seru sekalian alam dan rahmatullah dan selamatnya itu atas segala Rasūlullah sekalian dan atas kalawarganya dan sahbatnya sekalian).

Kata-kata dalam terjemahan yang dicetak tebal menunjukkan penerjemahan harfiah yang mempertimbangkan peran gramatikal yakni mubtada' dan khabar. Contoh lain dapat dilihat pada kutipan berikut ...//3// wakhla’ thiyābaka (dan buka'lah olehmu akan sekalian pakaianmu) atau pada ...//16// Fa qāla 'l-sāriqu haddathanī jaddī annahu qāla (Maka berkata si rampok "telah menceritakan oleh kake'ku kepadaku, telah berkata ia).

Susunan sintaksis bahasa Arab juga dipedomani terjemahan Melayu terutama pada susunan Al-jumlat 'l-ismiyyah di mana kata kerja disebut sebelum pelakunya. Berikut ini kutipan contoh yang dimaksud

Qāla 'l-sāriqu "Sawā'an fa mā anta akhadzta qaulan wa tarakta qaulan wa hiya qauluhu shallallāhu ’alaihi wa sallama (hal. 6) (Telah berkata si rampok, "Samalah, maka barang yang engkau ambil satu perkataan dan engkau tinggal satu perkataan dan yaitu sabda Nabi Sallallahu 'Alaihi Wa Sallama).

2. Terjemahan tafsiriah/bebas dalam terjemahan Melayu QQMIMS

Di samping terjemahan harfiah, terdapat juga terjemahan tafsiriah/bebas yang digunakan penerjemah Melayu dalam penerjemahan QQMIMS. Hal ini dapat dilihat pada kenyataan adanya 'penggantian bentuk' (tabdīl) yakni penggantian bentuk kata kerja menjadi kata benda atau sebaliknya, 'penggunaan kata-kata yang sepadan' (idkhāl), 'modifikasi makna' dengan parafrase (mu’ādalah), dan 'penyesuaian dan pendekatan makna' (taqrīb). Berikut diketengahkan beberapa contoh penerjemahan QQMIMS secara tafsiriah.

1. Penggantian mashdar (kata benda) menjadi kata kerja

Qāla 'l-lāhu Ta’āla alā la’natu 'l-lāhi ’alā 'l-dlālimīn (hal. 9) (Telah berfirman Allah Ta'ala "sunggu-sunggu mengutuki Allah Ta'ala atas orang yang berbuat aniaya").

Kata bahasa Arab yang ditebalkan berbentuk kata gabungan dari kata benda la’nat dan lafadz Allāh. Adapun pada terjemahannya digunakan bentuk kata kerja 'mengutuki'.

2. Penyesuaian dan pendekatan makna

Qāla 'l-sāriqu ahlu 'l-Qur‘ān ahlu 'l-lāhi Ta’āla wa ana aqra‘u sab’a 'l-qirā‘āti (hal. 8) (Maka kata si rampok, "Bermula orang yang melazimkan membaca Qur‘an itu ahli Allah Ta'ala dan aku membaca tujuh bacaan").

Kata gabungan bahasa Arab ahlu 'l-Qur‘ān disesuaikan maknanya agar lebih dapat dipahami pembaca Melayu dengan 'orang yang melazimkan membaca Qur'an'. Dalam hal ini terdapat interpretasi penerjemah terhadap gabungan kata ahlu 'l-Qur‘ān.

3. Penambahan kata penjelas dalam terjemahan

Fa qāla 'l-sāriqu na’am yā Maulāna 'l-Qādhī wa hum 'l-Nāfi’u wa Ibnu Kasīrin wa Abu ’Umar wa Ibnu ’Āmirin wa ’Āshimun wa 'l-Kisā‘i wa 'l-Chamzatu (hal. 8) (Maka berkata si rampok "Saya hai tuanku Qadi, dan mereka itu pertama-tama Imam Nāfi’ dan kedua Imam Ibnu Kasīr dan ketiga Imam Abū ’Umar dan keempat Imam Ibnu ’Āmir dan kelima Imam ’Āshim dan keenam Imam Kisā‘i dan ketujuh Imam Chamzah").

Penambahan kata penjelas dalam hal ini kata yang berfungsi untuk pengurutan mulai dari pertama-tama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh.

3. Penggunaan Pola Terjemahan Antarbaris

Jika diperhatikan secara seksama pola penerjemahan dalam terjemahan Melayu terhadap teks QQMIMS merupakan pola terjemahan antarbaris. Pola tersebut sebagaimana dinyatakan Ronkel ialah terjemahan yang di bawah kata-kata Arab dituliskan kata Melayunya. Kadang-kadang terjemahannya begitu harafiah, sehingga rangkaian kata itu tidak merupakan kalimat (Ronkel, 1977: 13). Dalam hal ini teks QQMIMS memuat terjemahan antarbaris yang berorientasi baik ‘harfiah’ maupun ‘bebas’.

Pendapat Ronkel yang menyatakan besarnya pengaruh tata kalimat Arab terhadap tata kalimat Melayu dalam terjemahan Melayu QQMIMS tampak nyata dan dapat dibuktikan dengan adanya pola kalimat inversi. Pola kalimat inversi adalah pola kalimat yang bersusun balik. Pada susunan normal bentuk kalimat berpola subyek-predikat (S-P) tetapi dalam kalimat inversi susunannya menjadi predikat-subyek (P-S).

Sebagaimana penjelasan pada item C.1. di atas, susunan inversi mengindikasikan kuatnya pengaruh gramatika Arab dalam penerjemahan dan karya-karya transformasi seperti halnya Hikayat Muhammad Mukabil.

Terjemahan Melayu pada kasus QQMIMS berbeda dengan karya-karya terjemahan Melayu pada umumnya yang “melemahkan” posisi pelaku dengan jalan pelesapannya. Pada karya-karya terjemahan Melayu ditemukan pola kalimat pasif yang tidak menyertakan pelaku sesungguhnya. Kasus terjemahan Melayu QQMIMS ini merupakan contoh kecil pengecualian tersebut. Hal ini dapat menjadi indikasi kebenaran dugaan Drewes (1970:309) yang menyatakan bahwa penerjemah dan sekaligus penyalin QQMIMS adalah seorang Arab Peranakan yang familiar dengan pola susunan kalimat bahasa Arab.

Dengan demikian transformasi QQMIMS ke dalam Hikayat Muhammad Mukabil, Hikayat Pencuri dan Terjemahan Melayu merekam kreatifitas bangsa Melayu yang tidak hanya menerima karya-karya yang bersumber dari luar bangsa Melayu secara apa adanya. Dalam hal ini kreatifitas bangsa Melayu dapat dilihat pada pengadaptasian karya-karya dari luar Melayu sehingga sesuai dalam alam pikiran bangsa Melayu.

Latar budaya Arab dalam QQMIMS yang patrilineal disesuaikan dengan latar budaya Melayu yang lebih dekat dengan matrilinealitas. Kreatifitas tersebut juga terlihat pada upaya pengarang Melayu yang mengokohkan penerimaan terhadap ajaran Islam sebagaimana penggantian dari kata Muqātil (berkonotasi ‘agresor’, ‘penentang’) menjadi Muqābil (‘pribadi yang menerima’ ajaran Islam).

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian terhadap QQMIMS dan transformasinya dalam karya sastra Melayu tampak adanya berbagai tanggapan masyarakat Melayu yang diwujudkan dalam penyalinan, penerjemahan dan penyaduran QQMIMS. Dalam hal ini penting ditekankan pendapat yang mengatakan pengarang Melayu diposisikan sebagai 'pengarang kedua' disebabkan adanya kebebasan penyalin Melayu dalam mentransmisikan sebuah karya.

Demikian halnya dalam penyambutan HMM terhadap QQMIMS terdapat tanggapan yang bervariasi terhadap teks QQMIMS. Berbagai bentuk tanggapan baik berupa penambahan unsur memiliki makna dalam keseluruhan fungsi estetiknya. Penambahan unsur dalam HMM terlihat pada adanya amplifikasi karakteristik tokoh Qadi, deskripsi latar tempat terjadinya perampokan, pemerian alasan perampokan terhadap Qadi, hingga interpolasi cerita pasca perampokan.

Gejala terakhir dapat dikatakan sebagai tanggapan masyarakat Melayu yang biasanya menginginkan akhir cerita yang indah (happy ending). Analisis terhadap kandungan interpolasi ini juga sekaligus menolak pendapat Drewes (1970: 311) yang menyatakan baik versi Arab maupun versi Melayu dari cerita Qadi memuat akhir cerita yang tidak indah (unhappy ending).

Dengan demikian transformasi QQMIMS ke dalam Hikayat Muhammad Mukabil, Hikayat Pencuri dan Terjemahan Melayu merekam kreatifitas bangsa Melayu yang tidak hanya menerima karya-karya yang bersumber dari luar bangsa Melayu secara apa adanya. Dalam hal ini kreatifitas bangsa Melayu dapat dilihat pada pengadaptasian karya-karya dari luar Melayu sehingga sesuai dalam alam pikiran bangsa Melayu. Latar budaya Arab dalam QQMIMS yang patrilineal disesuaikan dengan latar budaya Melayu yang lebih dekat dengan matrilinealitas. Kreatifitas tersebut juga terlihat pada upaya pengarang Melayu yang mengokohkan penerimaan terhadap ajaran Islam sebagaimana penggantian dari kata Muqātil (berkonotasi ‘agresor’, ‘penentang’) menjadi Muqābil (‘pribadi yang menerima’ ajaran Islam).

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Imran T. 2003. "Resepsi Sastra: Teori dan Penerapannya" dalam Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita.

Baroroh-Baried, Siti, Sawu, Suhardi, Amin Sudoro, M. Syakir. 1977. Kamus Istilah Filologi. Jakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Baroroh-Baried, Siti, M. Syakir, Moeh. Masjkoer, Siti Chamamah Soeratno, Sawu. 1985. Memahami Hikayat Dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan da Kebudayaan.

Baroroh-Baried, Siti, Sulastin Sutrisno, Siti Chamamah Soeratno, Sawu, Kun Zachrun Istanti. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: BPPF Seksi Filologi Fakultas Sastra UGM.

Chamamah-Soeratno, Siti. 2000. "Ramayana Bernuansa Islam: Kasus Eksemplar dalam Tradisi Melayu" dalam Sastra: Ideologi, Politik, dan Kekuasaan (Sudiro Satoto dan Zainuddin Fananie, Ed.). Surakarta: Muhammadiyah University Press.

-------------------------------.2002. Menapak Jejak Sejarah, Memberi Makna Perjalanan ke Depan: Peran dan Arti Penting Filologi dalam Wacana Global. Makalah Disampaikan dalam Rapat Senat Terbuka dalam Rangka Dies Natalis ke-56 FIB UGM. Yogyakarta.

----------------------------. 2003a. "Pengkajian Sastra dari Sisi Pembaca: Satu Pembicaraan Metodologi" dalam Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita.

----------------------------.2003b. "Penelitian Resepsi Sastra dan Problematikanya" dalam Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita.

Drewes, G. W. J. "Hikajat Muchammad Mukabil; (The Story of The Kadi and The Learned Brigand)" dalam BKI 1970.

Hamid, Ismail. 1989. Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Iser, Wolfgang. 1978. The Act of Reading: A Theory of Aesthetic Response. London: The John Hopkins University Press.

Jauss, Hans Robert. 1988. "Literary History as A Challenge to Literary Theory", dalam K.M. Newton Twentieth-Century Literary Theory. London: Macmillan.

Jumsari-Jusuf. 1994. Pengaruh Islam yang Tercermin dalam Beberapa Naskah Melayu. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Liaw Yock Fang. 1975. Sejarah Kesusastraan Melayu Klassik. Singapura: Pustaka Nasional.

Mansyur, Mohammad dan Kustiwan. 2002. Dalīl 'l-Kātib wa 'l-Mutarjim. Jakarta: PT Moyo Segoro Agung.

.

Robson, SO. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL.

Ronkel, Ph. S. Van. tt. Supplement to the Catalogue of the Arabic Manuscripts Preserved in the Museum of The Batavia Society of Arts and Sciences. The Hague: M Nijhoff.

Wieringa, B. E.P. 1998. Catalogue of Malay And Minangkabau Manuscripts in The Library of Leiden University and Other Collection in The Netherlands. Leiden.

Winstedt, SR. 1977. A History of Classical Malay Literature. Selangor, Malaysia: Oxford University Press.

Manuskrip

Qishshat 'l-Qādī Muchammad Ibni Muqātil wa 'l-Sāriq. CS 34

Hikayat Muhamad Mukabil. Cod. Or. 1738

---------------------------------. Cod. Or. 7324

---------------------------------. ML 151


Tidak ada komentar:

Posting Komentar