Jumat, 13 Februari 2009

Relevansi Metode Gramatika Terjemah Pada Pengajaran Bahasa Arab Tingkat Lanjutan

Relevansi Metode Gramatika-Tarjamah

Pada Pengajaran Bahasa Arab Tingkat Lanjutan

Oleh : Fuad Munajat, S. S.

Abstrak

Pengajaran bahasa Arab di tingkat lanjutan terutama pada PTAI masih terkendala dengan berbagai kompleks persoalan. Output pembelajaran, dalam hal ini lulusan PTAI, masih dihinggapi kenyataan minimnya penguasaan mereka terhadap bahasa Arab yang nota bene salah satu pilar terpenting dalam rangka kajian Islam. Kompleks persoalan yang meliputi masalah orientasi pengajaran bahasa Arab dan quo vadis problem linguistik serta non-linguistik, meniscayakan perlunya peninjauan kembali berbagai unsur tersebut. Kecuali itu, metode gramatika-terjemah yang selama ini menjadi idola dalam praktek pengajaran perlu ditelusuri sisi kelemahan dan kelebihannya untuk selanjutnya mencari alternatif metode dalam pengajaran bahasa Arab

Kata kunci : metode gramatika terjemah, pengajaran bahasa Arab, tingkat lanjutan

Pendahuluan

Kemampuan bahasa Arab diakui merupakan piranti kajian Islam yang sangat penting. Akan tetapi kenyataannya kemampuan bahasa Arab mahasiswa PTAIN dan PTAIS masih sangat memprihatinkan. Hal ini dapat kita lihat pada kelemahan mereka dalam memahami dan mengkaji wacana keislaman yang mayoritas sumber aslinya berbahasa Arab (www.ditpertais.net/swara). Kelemahan penguasaan bahasa Arab sebagian besar disebabkan aspek pembelajarannya yang hingga kini diliputi berbagai problematika yang menggelayutinya.

Pengajaran bahasa Arab senantiasa dihadapkan pada berbagai situasi kompleks yang pada satu sisi membutuhkan perhatian pada bagian-bagian kompleksitas secara kasuistis tetapi di sisi lain harus dilihat secara keseluruhan. Situasi kompleks dimaksud adalah adanya berbagai aspek dalam pengajaran bahasa Arab yang harus disoroti secara bersama-sama. Di antara aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilan pengajaran bahasa Arab adalah aspek tujuan pengajaran bahasa Arab (orientasi), aspek problematika yang dapat dirinci menjadi problematika linguistik, problematika metodologis, dan problematika sosio kultural.

Tulisan ini hanya terfokus pada problema metodologis dan lebih khusus pada salah satu metode pengajaran yang paling banyak digunakan pada pengajaran bahasa Arab di tingkat lanjutan (baca : Perguruan tinggi) yakni metode gramatika-terjemah. Pemokusan pembahasan terhadap salah satu metode pengajaran bahasa Arab tidak serta merta mengabaikan perspektif yang lebih luas.

Hal ini karena dalam perspektif makro aspek orientasi pengajaran, kendala-kendala baik linguistik maupun non-linguistik menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian, dalam tulisan ini secara berturut-turut dibahas orientasi pengajaran bahasa Arab, problematika pengajaran bahasa Arab, metode gramatika-terjemahan dan alternatif metode dalam pengajaran bahasa Arab tingkat lanjutan.

Orientasi pengajaran bahasa Arab

Keberhasilan proses pembelajaran bahasa Arab ditentukan salah satunya oleh sinergitas antara orientasi pengajaran dengan kompleks variabel penentu yang lain. Pengajaran bahasa Arab pada dasarnya diorientasikan pada empat hal (Hidayat : 2001) antara lain sebagai berikut.

1. Berorientasi kepada tujuan PTAI

Khusus bagi mahasiswa S1 paling tidak diharapkan agar mampu memahami kitab-kitab Arab yang digunakan dalam tatap muka dan buku-buku maraji’ sesuai dengan jurusan dan fakultasnya masing-masing. Adapun tujuan pengajaran bahasa Arab yang bersifat umum adalah :

  1. Untuk digunakan sebagai alat komunikasi
  2. Untuk digunakan sebagai alat pembantu keahlian lain (supplementary)
  3. Untuk membina ahli bahasa Arab
  4. Untuk digunakan sebagai alat pembantu teknik (vokasional)

2. Berorientasi kepada karakteristik bahasa Arab

Sebagai salah satu rumpun bahasa semit, bahasa Arab memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa lain di luar bahasa-bahasa yang serumpun dengan bahasa Arab. Perbedaan karakter tersebut tentu saja melahirkan problem-problem dalam pengajarannya. Di antara karakteristik bahasa Arab adalah sebagai berikut :

  1. memiliki kosa kata (mufradat) yang sangat banyak disamping adanya kata-kata yang sinonim (mutaradif)
  2. memiliki sistem derivasi yang khas dan dikenal dengan istilah isytiqaq
  3. memiliki sistem i’rab (perubahan akhir kata)
  4. memiliki sistem gramatika
  5. bahasa Arab mengharuskan pemahaman terlebih dahulu sebelum membacanya (terkait dengan kemahiran membaca). Dengan kalimat lain “seseorang harus lebih dahulu mengetahui konteks sebelum membaca teks”.

3. Berorientasi kepada peserta didik

Pada umumnya mahasiswa PTAI berasal dari pesantren-pesantren atau sekolah Menengah Umum Islam (Madrasah Aliyah). Oleh karena itu sebagian besar sudah memiliki dasar pengetahuan bahasa Arab. Dalam pengajarannya tidak diperlukan lagi pemberian pengetahuan bahasa Arab dari nol. Meskipun demikian secara individual kemampuan dasar mereka berbeda-beda sehingga perlu diadakan placement test.

4. Berorientasi kepada hakikat pembelajaran bahasa

Berdasarkan empat orientasi tersebut tampak adanya pendekatan maupun metode pengajaran yang seharusnya berbeda antara satu orientasi dengan orientasi yang lainnya. Pengajaran bahasa Arab pada tingkat lanjutan juga niscaya mempertimbangkan orientasi-orientasi tersebut.

Bagi mahasiswa pada fakultas Adab orientasi pengajarannya tentu berbeda dengan mahasiswa tingkat lanjutan dari fakultas non-Adab. Sebagai ilustrasi mahasiswa fakultas Adab memiliki orientasi pembelajaran bahasa Arab untuk menjadi ahli bahasa Arab. Lain halnya dengan mahasiswa fakultas lain yang diorientasikan untuk digunakan sebagai alat pembantu keahlian lain (supplementary) atau sebagai alat pembantu teknik (vokasional).

Problematika pengajaran bahasa Arab di Indonesia

Problematika pengajaran bahasa Arab di Indonesia pada dasarnya dapat dipilah ke dalam dua kategori besar yakni problem linguistik dan problem non-lingustik yang dapat diperinci lagi menjadi problem metodologis dan problem sosiologis (Lihat Umam, 1999 : 5-11, bdk. Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga : 61-76, selanjutnya disebut Pokja).

1) Problematika linguistik

Problematika linguistik merupakan hambatan yang terjadi dalam pengajaran bahasa Arab yang disebabkan perbedaan karakteristik internal linguistik bahasa Arab itu sendiri dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Di antara karakter universal bahasa Arab sebagaimana bahasa-bahasa yang lain adalah sebagai berikut

  1. Bahasa Arab memiliki gaya bahasa yang beragam
  2. Bahasa Arab dapat diekspresikan baik secara lisan maupun tulisan
  3. Bahasa Arab memiliki sistem, dan aturannya yang spesifik
  4. Bahasa Arab memiliki sifat yang arbitrer
  5. Bahasa Arab selalu berkembang, produktif dan kreatif

Kecuali itu, bahasa Arab juga memiliki karakteristik yang spesifik dan hanya dimilikinya. Karakter tersebut khas terdapat pada bahasa Arab di antaranya adalah

  1. Bahasa Arab memiliki sistem bunyi yang khas
  2. Bahasa Arab memiliki sistem tulisan yang khas
  3. Bahasa Arab memiliki struktur kata yang bisa berubah dan berproduksi
  4. Bahasa Arab memiliki sistem I'rab
  5. Bahasa Arab sangat menekankan konformitas antar unsurnya
  6. Bahasa Arab memiliki makna kiasan yang sangat kaya
  7. Makna kosa kata bahasa Arab sering berbeda antara makna kamus dengan makna yang dikehendaki dalam konteks kalimat tertentu

2) Problem metodologis

  1. Problem tujuan; tujuan pengajaran bahasa Arab baik pada tingkat dasar, menengah maupun lanjutan sebagaimana tercantum dalam kurikulum masing-masing biasanya mencantumkan tujuan yang kelewat ideal. Tujuan tersebut mengeksplisitkan penguasaan siswa/mahasiswa _yang ironisnya belum pernah tercapai_ terhadap empat ketrampilan dasar berbahasa
  2. Problem materi kurikulum; problem ini merupakan salah satu pendukung kegagalan tujuan pengajaran karena materi kurikulum tidak mencerminkan penjabaran dari tujuan yang ditetapkan.
  3. Problem alokasi waktu; perguruan tinggi hanya menyediakan 6 Sks bagi seluruh mahasiswa PTAI hal mana jauh dari mencukupi
  4. Problem tenaga pengajar; kualifikasi pengajar bahasa Arab di PTAI masih belum memadai. Sebagian besar diisi oleh tamatan S1 Bahasa dan Sastra Arab (BSA) atau Pendidikan Bahasa Arab (PBA) dan lulusan Timur Tengah yang sebagian besar bukan membidangi bahasa Arab meskipun ada yang memiliki core competence bahasa Arab.
  5. Problem siswa/ mahasiswa; input mahasiswa PTAI masih didominasi lulusan Madrasah Aliyah (MA) dan SMU sederajat yang masih memerlukan perhatian khusus
  6. Problem metode; metode pengajaran bahasa Arab pada dasarnya telah berkembang pesat tetapi praktik di lapangan menunjukkan belum adanya progres yang berarti.
  7. Problem media pengajaran; aspek ini masih merupakan aspek yang paling tertinggal dibandingkan negara lain.
  8. Problem evaluasi pembelajaran; penekanan pada pengukuran sisi kognitif siswa masih dominan (Lihat Pokja : 61-76).

3) Problem sosiologis

  1. Kebijakan politik bahasa pemerintah
  2. Sikap masyarakat terhadap kedudukan bahasa Arab
  3. Lingkungan sekitar.

Dengan demikian kendala-kendala ini muncul antara lain akibat perbedaan-perbedaan baik dari karakteristik bahasa asing itu sendiri maupun latar belakang budaya. Sebagai contoh ungkapan sabaqa as-sayfu al-'adzala dalam bahasa Arab tidak dapat diartikan secara harfiah sebagai 'pedang telah mendahului celaan' tetapi lebih tepat diartikan sebagai 'nasi sudah menjadi bubur'. Hal ini mengingat adanya perbedaan sosio-kultural antara bangsa Arab yang kerap melakukan perburuan atau penggunaan pedang dengan bangsa Indonesia yang tidak demikian. (Umam,1999 : 11).

Oleh karena itu dibutuhkan upaya-upaya yang cukup keras untuk memecahkan problema tersebut. Khusus di lingkungan PTAI, masih terlihat adanya kesenjangan antara tujuan (visi dan misi pengajaran bahasa Arab) dengan kenyataan di lapangan. Diakui bahwa sebagian besar mahasiswa PTAI belum memiliki kemampuan berbahasa Arab sebagaimana diharapkan.

Berbagai metode dan pendekatan dalam pengajaran bahasa Arab seperti metode terjemah-gramatika (Grammar-translation method), metode langsung (Direct method), metode mim-mem (Mim-mem method) dan pendekatan baik behavioristik, mentalistik, komunikatif pada akhirnya hanya dapat diterapkan pada kondisi dan situasi yang sesuai. Tentu saja hal ini masih ditambah dengan pertimbangan orientasi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pengajaran bahasa Arab tersebut.

Khusus metode gramatika-terjemah akan dibicarakan sebentar lagi karena metode ini masih digunakan secara intensif oleh lembaga-lembaga pengajaran bahasa Arab tingkat lanjutan secara umum dan perguruan tinggi secara khusus. Pembicaraan difokuskan pada hakikat metode gramatika-terjemah, kelebihan dan kelemahannya, penelusuran terhadap potensinya sehingga dapat bertahan sebagai metode yang mapan serta kemungkinan pengembangannya dalam arti penggabungannya dengan metode lain dalam memenuhi fungsinya.

Metode Gramatika-Terjemah (Thariqah Al-Qawa'id wa At-Tarjamah)

Pada dasarnya metode gramatika-terjemah merupakan metode yang menekankan pada pemahaman tata bahasa untuk mencapai ketrampilan membaca, menulis dan menerjemah (Radliyah Zaenuddin, dkk., 2005 : 37-38). Metode gramatika terjemah ini merupakan kombinasi metode gramatika dan metode terjemah (Sumardi, 1975 : 37) yakni yang memulai cara pengajaran dengan menghafal aturan-aturan tata bahasa (rule of grammar) kemudian menyusun daftar kata dan menerjemahkan kalimat demi kalimat yang terdapat dalam wacana atau bahan bacaan (Team Penyusun, 1975 : 194).

Metode ini bersandarkan pada suatu asumsi, bahwa logika semesta merupakan dasar semua bahasa di dunia dan tata bahasa, dalam pandangan metode ini, adalah bagian dari filsafat dan logika tersebut. Belajar bahasa dengan demikian dapat memperkuat kemampuan berpikir logis dan memecahkan masalah. Para peserta didik didorong untuk menghafal teks-teks klasik berbahasa asing dan terjemahannya, terutama teks yang bernilai sastra tinggi, sehingga diharapkan dapat menghasilkan output yang berbudaya tinggi dan memiliki daya intelegensia yang terlatih dalam memahami teks-teks klasik, walaupun dalam teks itu seringkali terdapat struktur kalimat yang rumit dan kosa kata atau ungkapan yang sudah tidak terpakai lagi.

Di antara ciri-ciri khas metode ini adalah (1) Perhatian yang mendalam pada ketrampilan membaca, menulis dan menerjemah, kurang memperhatiakan aspek menyimak dan berbicara. (2) Menggunakan bahasa Ibu sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar, (3) Memperhatikan hukum-hukum nahwu, (4) Basis pembelajarannya adalah penghafalan kaidah tata bahasa dan kosa kata, kemudian penerjemahan secara harfiah dari bahasa target ke bahasa pelajar dan sebaliknya, dan (5) Peran pendidik dalam proses belajar mengajar lebih aktif daripada peserta didik yang senantiasa menerima materi secara pasif.

Metode ini sering menerima kritik karena tidak memperdalam bahasa sebagai sebuah ketrampilan, karena ia melalaikan ketrampilan bicara dan menyimak. Namun ia tetap bernilai sebagai metode, tergantung pada penekanan dari tujuan pembelajarannya sendiri (baca : orientasi).

Di antara kelebihan dari metode ini adalah ia dapat memperkuat kemampuan para peserta didik dalam mengingat, sehingga mereka dapat menguasai dalam arti hafal di luar kepala kaidah-kaidah tata bahasa, karakteristiknya, serta isi detail bahan bacaan yang dipelajarinya. Di samping tentu saja metode ini dapat dilaksanakan dalam kelas besar dan tidak menuntut interaksi aktif dari peserta didik (Radliyah Zaenuddin, dkk., 2005 : 37-38).

Asal usul metode ini dapat dirujuk ke abad pertengahan (abad ke-15) ketika banyak sekolah dan universitas di Eropa mengharuskan siswanya mempelajari bahasa Latin guna mempelajari teks-teks klasik. Namun nama metode ini baru dikenal pada abad ke-19. Metode ini juga banyak digunakan untuk pengajaran bahasa Arab, baik di negara-negara Arab sendiri maupun di negara-negara Islam termasuk Indonesia.

Dengan demikian dapat disebutkan bahwa metode ini mempunyai beberapa karakteristik antara lain

1) Mempelajari bahasa asing bertujuan agar seseorang mampu membaca buku atau naskah dalam bahasa target, seperti kitab-kitab klasik berbahasa Arab.

2) Materi pelajaran terdiri atas buku tata bahasa, kamus dan teks bacaan yang berupa karya sastra klasik atau kitab keagamaan klasik.

3) Tata bahasa disajikan secara deduktif, yakni dimulai dengan penyajian kaidah diikuti dengan contoh-contoh.

4) Kosa kata diajarkan dalam bentuk kamus dwibahasa, atau daftar kosa kata beserta terjemahannya.

5) Proses pembelajarannya sangat menekankan penghafalan kaidah bahasa dan kosa kata, kemudian penerjemahan harfiah dari bahasa sasaran ke bahasa siswa atau sebaliknya.

6) Bahasa ibu digunakan sebagai bahasa pengantar.

7) Peran guru sangat aktif sebagai penyaji materi, sementara siswa berperan pasif sebagai penerima materi.

Di antara kelebihan metode ini adalah

1) Siswa menguasai dalam arti menghafal di luar kepala kaidah atau tata bahasa dari bahasa yang dipelajarinya.

2) Siswa memahami bahan bacaan yang dipelajarinya secara mendetail dan mampu menerjemahkannya.

3) Siswa memahami karakteristik bahasa sasaran secara teoretis dan dapat membandingkannya dengan karakteristik bahasanya sendiri.

4) Metode ini memperkuat kemampuan siswa dalam mengingat dan menghafal.

5) Metode ini bisa diterapkan dalam kelas besar dan tidak menuntut kemampuan guru yang ideal.

Sedangkan kelemahan metode ini antara lain

1) Metode ini lebih banyak mengajarkan tentang bahasa bukan mengajarkan kemahiran berbahasa.

2) Metode ini hanya menekankan kemahiran membaca, sedangkan tiga kemahiran bahasa yang lain diabaikan.

3) Terjemahan harfiah sering mengacaukan makna kalimat dalam konteks yang luas, dan hasil terjemahannya tidak lazim dalam citarasa bahasa ibu.

4) Siswa hanya mengenal satu ragam bahasa sasaran, yaitu ragam bahasa tulis klasik, sedangkan ragam bahasa tulis modern dan bahasa percakapan tidak diketahui.

5) Kosa kata, struktur dan ungkapan yang dipelajari siswa mungkin sudah tidak terpakai lagi atau dipakai dalam arti yang berbeda dalam bahasa modern.

6) Disebabkan otak siswa dipenuhi dengan qawa'id, maka tidak tersisa lagi tempat untuk ekspresi dan kreasi bahasa. (Pokja, 2006 : 100-2).

Meskipun terdapat beberapa kelemahan mendasar yang inheren dalamnya, metode ini dianggap masih cocok digunakan terutama bagi pelajar tingkat lanjutan yang telah memiliki bekal yang cukup dari tingkat sebelumnya (dasar dan menengah).

Alternatif pengembangan metode gramatika-tarjamah

Metode gramatika-terjemah dengan segala kelebihan dan kekurangannya masih menjadi pilihan utama sebagian besar pengajar bahasa Arab. Hal ini perlu dicermati secara seksama mengingat sebagaimana informasi Swara ditpertais yang mensinyalir pengajaran bahasa Arab di perguruan tinggi Islam (PTAIN dan PTAIS) telah gagal.

Secara tidak langsung kegagalan tersebut juga dapat ditimpakan kepada metode yang selama ini digunakan secara intensif yakni metode gramatika-terjemah. Permasalahannya bukan terdapat pada hakikat metode gramatika-terjemah itu sendiri tetapi lebih disebabkan belum adanya sinergitas antara orientasi, quo vadis problematika dan metode yang digunakan. Sinergitas menjadi kata kunci dalam persoalan ini. Ketidakhadirannya meniscayakan kekurangan pada salah satu bahkan keseluruhan penopang keberhasilan pengajaran bahasa Arab.

Kemungkinan penggabungan metode gramatika-terjemah dengan metode lain menjadi suatu hal yang niscaya. Hal ini karena dalam pembelajaran bahasa Arab para pengajar tidak mesti berpegang teguh pada satu metode, tetapi mereka lebih memilih metode yang relevan yang sesuai dengan sifat materi yang diajarkan. Metode yang dapat digunakan sebagai pelengkap dari metode gramatika-terjemah, adalah metode langsung (direct method) (www.ditpertais.net/swara).

Pemilihan metode langsung (direct method) sebagai pelengkap _atau secara bergantian sebagai metode pokok dilihat dari orientasi pengajarannya_ didasarkan pertimbangan kelemahan metode gramatika-terjemah yang terlalu mengabaikan sisi ketrampilan yang salah satunya dapat dipenuhi metode langsung (direct method).

Dengan demikian seorang pengajar masih dapat mempertimbangkan penggunaan metode gramatika-terjemah yang divariasikan dengan metode langsung. Dalam hai ini ada beberapa alasan masih dimungkinkannya penggunaan metode gramatika-terjemah. Alasan tersebut sebagai berikut

(1) Berdasarkan kenyataan di lapangan bahwa rasio mahasiswa : dosen pada sebagian besar PTAI masih belum ideal. Konsekuensinya kelas besar menjadi sebuah keniscayaan,

(2) Jumlah Sks yang diperuntukan pada seluruh fakultas atau jurusan hanya 6 Sks. Jumlah tersebut masih jauh dari cukup jika dibandingkan tujuan ideal pengajaran yang menghendaki pengusaan empat ketrampilan berbahasa mendengar, berbicara, membaca dan menulis.

(3) Input mahasiswa yang beraneka ragam menyulitkan penentuan metode pengajarannya. Dalam hal ini placement test mungkin dapat mengisi celah tersebut tetapi metode lain di luar metode gramatika-terjemah membutuhkan homogenitas kelas hal mana dapat diantisipasi metode gramatika-terjemah dengan sedikit modifikasi materi ajar.

(4) Pemaduan metode gramatika-terjemah dengan metode langsung akan menutupi kelemahan metode gramatika-terjemah dalam pemenuhan 4 kemahiran berbahasa.

Keempat argumen di atas dapat dijadikan penguat dalam pemilihan metode gramatika-terjemah yang divariasikan bersama metode langsung dengan catatan pengajaran di tingkat lanjutan tetap memperhatikan orientasi yang dituju.

Referensi

Hidayat, H.D., “Visi, Misi dan Orientasi Pengajaran Bahasa Arab di IAIN, dalam majalah Didaktika Keislaman vol. 3 No. 6, Mei 2001

Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Yogyakarta, 2006

Radliyah Zaenuddin, Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, Pustaka Rihlah Group, Cirebon, 2005

Sumardi, Muljanto, Pengajaran Bahasa Asing; Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologi, Bulan Bintang, Jakarta, cet ke-2, 1975

Team Penyusun Buku Pedoman Bahasa Arab Dirjen Bimas Islam, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN, Jakarta, 1976

Umam, Chatibul, “Problematika Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia,” dalam majalah Al-Turas, No. 08, Fak. Adab IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1999

"Laporan Dari Universitas Leipzig Jerman", www.ditpertais.net/swara, diunduh pada 9 Nopember 2008

OTOBIOGRAFI

Nama : Fuad Munajat, S.S.

NIP :150370789

Tempat.. tanggal lahir : Tangerang, 11 Juni 1980

Pekerjaan : Dosen STAIN Kudus

Alamat Rumah : Jl. Sunan Giri Pd. Pucung Kr. Tengah Tangerang Banten HP 081575720604

Riwayat pendidikan

- S I /Fak. Adab dan Humaniora Jur. Bahasa dan Sastra Arab UIN Jakarta 2003

- S2/ Kajian Timur Tengah Minat Bahasa, Sastra dan Budaya Arab, dalam proses penyelesaian.

Karya Tulis

- "Sastra Islami, Memberi Tauladan Tanpa Menggurui", Radar Kudus, 2007.

- "Filologi Dan Khazanah Pengetahuan Keislaman", Jurnal Addin, 2007.

- Wacana Islam Kritis dalam Teks Hikayat Muhammad Mukabil; Kajian Filologis dan Analisis Semiotik, Laporan Hasil Penelitian Individual DIPA 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar